Wednesday, April 27, 2011

"Donat" di Langit, UFO atau Bukan?

Fenomena berbentuk donat yang tertangkar radar di Belgia, 15 Maret 2011

Fenomena penampakan berbentuk donat di angkasa di langit Belgia ditangkap oleh radar cuaca baru-baru ini. Sebelumnya, fenomena yang sama juga pernah ditangkap di Australia pada tahun 2010.

Apa sebenarnya donat angkasa itu? Beberapa orang sempat menyangkanya UFO. Tapi tak perlu takut, sebab donat itu ialah fenomana alam biasa yang disebabkan oleh salju yang mencair di atmosfer.

Marc Dantonio, analis foto dan video dari Mutual UFO Network, mengatakan bahwa donat itu disebutmelting circle. Ini terjadi di wilayah yang luas sehingga membentuk anomali berbentuk cincin.

Ketika menangkap citra salju yang mencair, radar tak bisa menangkap area yang berada persis di atas antena, disebut "cone of silence". Akibatnya, terbentuk citra serupa donut dengan bagian tengahnya yang seolah berlubang.

"Radar hanya bisa menangkap bagian luar dari wilayah yang bisa dijangkau, yaitu bagian luar dari donut itu. Sementara, bagian dalam tergantung dari sudut radar mengarah ke angkasa," ucap Dantonio yang organisasinya berupaya memecahkan teka-teki UFO.

Fenomena donut ini hanya satu dari banyak fenomena akibat cuca yang bisa ditangkap oleh radar. Menurut Dantonio, fenomena ini tak seharusnya diidetntikkan UFO, tetapi mestinya dinamai IRA (Identifiable Radar Anomalies).

Fenomena donut ini hanya bisa diamati pada layar radar cuaca. Donut tampak besar pada layar sebab radar memiliki range ukuran yang baik. Jika radar berada di gunung, donut mungkin tampak lebih besar, dengan lubang yang lebih besar pula.

Citra donut angkasa ini hanya tampak sekejap saja di layar radar. Ini disebabkan radar hanya mengemisikan sinyal setiap tujuh detik setiap jamnya.


Asal Muasal Bahasa Manusia Terkuak


Sebuah studi yang baru-baru ini dirilis menguak misteri asal muasal bahasa yang digunakan manusia. Science Magazine edisi 15 April 2011 mengungkapkan, bahasa yang digunakan oleh manusia pertama kali muncul di selatan Afrika. Dari sanalah kemudian bahasa ini menyebar ke seluruh dunia.

Peneliti dari Universitas Auckland, Selandia Baru, Quentin Atkinson, melakukan studi dengan menelusuri rekam jejak bahasa dengan cara memecah 504 bahasa ke dalam komponen terkecilnya yang disebut sebagai fonem. Fonem berasal dari bahasa Latin, phonema, yang berarti suara yang diucapkan. Penelitian menunjukkan, semakin beragamnya fonem yang dimiliki oleh suatu bahasa menunjukan bahasa itu menjadi sumber dari bahasa-bahasa lain yang lebih sedikit memiliki fonem.

Penelitiannya sampai pada kesimpulan bahwa semakin jauh sekelompok manusia berkelana dari Afrika dalam rekam jejak sejarahnya, semakin sedikit fonem yang digunakan dalam bahasa mereka. Ini mengartikan bahwa sebagaimana diprediksikan dalam studi tersebut, bahasa-bahasa di Amerika Selatan dan Kepulauan Pasifik memiliki fonem paling sedikit, sedangkan bahasa-bahasa di Afrika memiliki fonem terbanyak.

Ternyata, pola ini juga memiliki kesamaan dengan studi terhadap genetik manusia. Sebagaimana dipaparkan sebagai peraturan umum, semakin jauh seseorang keluar dari Afrika, yang dianggap secara luas sebagai asal muasal nenek moyang manusia, semakin kecil perbedaan antara individu dalam populasi kelompok individu tersebut bila dibandingkan dengan keragaman di daerah asalnya, Afrika.

Studi Atkinson ini menggunakan metode statistik mutakhir yang sama untuk mengonstruksikan pohon genetik berdasarkan urutan DNA. Mengenai penggunaan metode statistik ini dalam mencari sumber bahasa manusia, seorang ahli bahasa, Brian D Joseph dari Universitas Ohio, mengatakan, sebagai sumber wawasan baru dalam studi di bidangnya.

"Saya rasa kita sudah seharusnya memerhatikan hal ini dengan seirus meskipun masih ada orang yang akan menolaknya," ujar Joseph.

Sebagai informasi tambahan, studi yang dilakukan Atkinson ini unik karena berusaha menemukan akar bahasa dari waktu yang sangat lampau. Tentang umur bahasa pun masih menjadi soal perdebatan karena di lain sisi ditemukan fakta sementara bahwa umur bahasa telah mencapai 50.000 tahun.Namun, di lain sisi beberapa ahli bahasa lain juga masih skeptis dengan fakta sementara itu. Mereka menemukan faktor lain yaitu "perkembangan dari kata-kata yang sangat cepat" sehingga kemungkinan umur bahasa sendiri tidak lebih dari 10.000 tahun lamanya.

Dari: sains.kompas.com

Tuesday, April 26, 2011

6 Hewan-hewan Teraneh dari Dasar Laut

Ini adalah hewan-hewan aneh dari dasar laut yang terungkap oleh kamera.

Beberapa foto binatang aneh dan unik yang berasal dari kehidupan dasar laut, salah satunya dari perairan Bali Indonesia, terungkap.

1. Ikan Gobi transparan

Foto ikan ini diambil dari MarsaAlam, Mesir. Foto ini memenangkan penghargaan utama sebagai The Best Overall Photo dalam kompetisi tahun ini.

Ikan Gobi transparan














2. Kuda Laut Kerdil

Kuda laut pigmy atau Hippocampus bargibanti, mungkin sulit untuk Anda kenali, karena selain mampu berkamuflase dengan lingkungan sekitarnya, kuda laut ini begitu kecil, bahkan ukurannya tak akan mampu tumbuh lebih besar daripada satu inchi. Foto ini memenangkan penghargaan kategori 'Marco'.

Kuda laut kerdil














3. Teripang Warna

Teripang warna-warniTeripang ini dipenuhi dengan warna-warni yang mencolok. Ia hidup di Tarragona, Catalonia, Spanyol.

4. Teripang dan Udang Belalang

Teripang dan udang belalang di perairan Bali

Sebuah teripang dan udang belalang dijumpai di dasar laut di daerah Pantai Seraya Bali, Indonesia

5. Ikan Sotong

Ikan Sotong

Gerombolan ikan sotong terlihat tengah kawin di Muara Oosterschelde dekat kota Zeeland, Belanda. Foto ini memenangkan penghargaan utama kategori 'Wide Angle'.

6. Ikan Landak

Ikan landak

Ikan yang terlihat seperti sedang tersenyum itu adalah ikan landak jaring (Chilomycterus antillarum). Ikan ini ditemukan di Danau Worth Lagoon, Pantai Riviera, Florida AS. Foto ini memenangkan penghargaan kedua pada kategori potret tahun ini.


Ilmuwan Jepang Luncurkan Robot Pemantau Radiasi

Tak mau kalah dengan ilmuwan Amerika Serikat, peneliti Jepang juga meluncurkan robot khusus yang akan digunakan memantau tanaman yang rusak terkontaminasi radiasi dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi. PLTN Fukushima rusak akibat diguncang gempa yang disusul gelombang tsunami, 11 Maret silam.

Dalam jumpa pers di Chiba, tak jauh dari Tokyo, Ahad (24/4), juru bicara ilmuwan Eiji Koyanagi mengatakan bahwa robot pemantau radiasi dikembangkan kelompok riset dari Institut Teknologi Chiba, Universitas Tohoku dan lembaga lainnya. Dalam pengoperasiannya, robot dikendalikan dengan menggunakan kendali jarak jauh. Kelebihan robot itu memiliki lebar roda trek lebih dari 20 cm yang bisa berjalan di segala medan baik berjalan di atas tangga maupun puing-puing bangunan.

Selain itu, Eiji menambahkan, robot juga dilengkapi dengan kamera, monitor radiasi yang bisa memindai bentuk tanaman secara tiga dimensi (3D) dengan bantuan sinar laser. Bahkan, alat canggih itu juga bisa tahan efek radiasi 400 kali di atas batas aman pekerja fasilitas nuklir.

Pengelola PLTN Fukushima TEPCO menyambut baik penemuan itu. Rencananya, TEPCO juga akan menggunakan robot tersebut guna membantu para pekerjanya memantau radiasi di tempat yang dianggap berbahaya.

Sebelumnya, operator Tokyo Electric Power Company (TEPCO) telah menggunakan dua robot buatan AS yang dimasukkan ke dalam reaktor nomor tiga. Ini bertujuan memeriksa tingkat radiasi, temperatur, kelembapan dan oksigen.
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons